Pilihan

Khamis, 25 Ogos 2011

antara sejuta pelangi
dan kosong tak bererti
kita semarakkan musnah
punah dan ranah
dan sayangnya
ia bakal tak memberi makna
satu apa

(25/08/11 7:06 am)

Bahagia Memerlukan Berani

kita ini
berputar dalam kitaran
turutan-turutan kekecewaan
mengekori hidup
bersambung-sambung
berikut-ikut
lantas ia membina tembok
memagari hati
dan kita bersembunyi
memeluk kehampaan
menjadi perisai diri

kita ini
insan-insan luka
dicederakan ketentuan
ranah dan punah
berulang-ulang
berpusar-pusar
tak pernah berhenti

mana jalan keluar?
mengintai kejauhan
bayangan bahagia yang menggoda
penuh jerangkap samar
....melambai di balik tembok

kita ini
terperangkap di dalam luka
kesudahan yang paling mesra
siri demi siri
hingga ia jadi sebati
dan kita menjadi lupa
jalan keluar dari sini

aku ini
di tembok yang satu lagi
di dalam kitaranku sendiri

kamu di sana
di tembok yang satu lagi
di dalam kitaranmu sendiri

mari kita akhiri!

kita ini....
terlalu lama tak lihat gembira
hingga ia jadi asing
tak betah lagi
lalu kamu pilih untuk kembali
ke dalam tembok sunyi
dan aku di sini
berputar lagi

ulang dan ulang dan ulang dan ulang dan ulang dan ulang dan ulang dan ulang........................

(25/08/11 7:02 am)


Melepaskan

aku biarkan alam hening
membenam kata-kata
merenung langit hitam
bulan yang sembunyi malu
dan membuka jemari....
bintang kegemaranku....

....sugul dan layu
tak lagi bersinar
seperti hari itu








pulanglah bintang
pulang ke awan
tempatmu di sana....
di langit yang indah
bukan di sini
di dalam genggaman ini........

(25/08/11/ 12:22 am)

nota : gambar bukan milik penulis

Bukan Seperti Cerita

Rabu, 24 Ogos 2011

medan yang kita renteti ini adalah hakikat
kebenaran yang bertunjang pada realiti
sebagaimana janji yang tersirat di dalam kedewasaan 

  langkah kita berpasakkan wajar
bukan seperti syair peri

kisah-kisah khayal
lagenda agung abadi


kalau boleh aku mahu katakan
suatu hari nanti kau pasti akan kesal
tentang waktu yang kita sia-siakan
tentang ketulusan yang kita biar menjadi bangkai
tapi ini, bukan wayang cinta
dan kita tahu ianya cuma dusta
hidup yang berkiblatkan waras dan nyata
menjadi kanta pembesar menilai takdir
semudahnya tentang yang hak atau batil

yang tergenggam adalah kebenaran

yang terlucut adalah ketentuan

tak lebih, tak kurang
 

hanyalah kekosongan yang bersilih diganti-gantikan 

maka tak mungkin untuk aku berkata
kehilangan ini bakal kau ratapi di kemudian hari
tidak mungkin

hanya sedar yang menemani langkah
 

jejak-jejak yang terbina berabad dulu 
  lama sebelum adanya kita
setiap yang datang pasti pergi
setiap yang bermula pasti berakhir
dan kita hanyalah sebahagian dari setiap itu

sebuah lumrah
sebuah fitrah
tiada yang luar dari biasa

tak mungkin menjadi seperti cerita
 

rasional kita yang mendahului rasa  
tiada hilang yang tak terganti
tiada patah yang tak tumbuh kembali
tiada sesal yang takkan berakhir

luka yang hanya akan tinggal titik ghaib  

kita meneruskan hidup
kita pasti meneruskan hidup


bertolak dari titik ini
sehari akan jadi seminggu
seminggu akan jadi sebulan
dan tahun akan bertukar tahun
terus berlalu
terus menjauh
dan malangnya ia hanyalah sebegitu
memustahilkan aku untuk berkata  

suatu hari kau pasti akan tangisi
kasih luhurku yang kau biarkan pergi
kerana ini, bukan wayang cinta  

dan kita tahu sejauh mana kebenarannya
minda yang bertanjak melitupi suara hati
memisahkan igauan rindu dari realiti yang nyata

tak mungkin seperti kisah cinta yang direka

hanyalah resam dalam hidup  
dan menoleh kita di suatu masa nanti
ini yang benar yang akan kita kata

dulu kita pernah bertemu
di suatu waktu
di suatu detik
di antara hentian-hentian hidup

(24/08/11 11:24 pm) 


nota : gambar bukan milik penulis

Ke Hujung

terbaring di birai hari
menghitung sisa-sisa hayat
aku yang sedang dipudarkan
dimansuhkan
menunggu ketika
untuk hilang

betapa percuma
ruang-ruang yang tersia
masa yang menjadi musuhku
bakal menenggelamkan aku
terbenam di kubur memori
dimakam hidup-hidup

jemari yang berdarah
tersiat-siat kuku
patah koyak
cuba menolak keluar
meratap
merayu
meronta
dengarkan....
aku masih hidup

takkan lama lagi
sisa hayat yang terbuang
nafas yang kian lemah
di kotak kematian
kerandaku yang disemayam
gelap pekat
tanpa udara

....akhirnya terkulai
dada yang semakin longlai berombak
pasrah di hujung nyawa
lalu aku pejamkan mata
menunggu kehadiran ajal
....selamat tinggal aku....







....jelmakan aku dari khayalan
dan pulangkan aku ke khayalan....

(24/08/11 6:16 am)


Buat Aku

pada saat mereka memutuskan kematianmu
hatta kematianmu yang sebenar
takkan merubah apa-apa

(24/08/11 5:08 am)


esok yang akan menyemalamkan aku

Selasa, 23 Ogos 2011

aku ukurkan
antara pengertianku
dengan berita langit
pasti saja tumpas
aku jadi mati

hilang dan hilang
sampai sejuta kali
cerita di hari ini
bukan dongeng pari-pari
hanya kenyataan dan semalam
esok yang bakal menyilam ingatan
lalu aku tak berdaya
melawan desak masa
menyekat aku hanya di sini
bersama-sama sejarah

seperti memori-memori yang lain
terlonggok dalam bagasi
beban hidup yang berlebihan
dicampak dari kenangan
aku di kenyataan
menjadi yang terlupakan

pergilah realitiku
pergi bersama waktu
kerlipan demi kerlipan
memakan legap
dan terdiamlah aku melihat tubuh
kian memudar
bertukar halimunan

sampai di sini
benarku terhakis
sedikit demi sedikit
dan masa yang terbuang
semakin memustahilkan
menghapus aku
pupus dari hari ini
di esok nanti

(23/08/11 10:08pm)

Basi

rapuhnya hakikat
meruntuhkan pijak
lalu aku tersungkur
menyembah liang
di penjara bumi

terkesima
waktu yang kian memburu
membawa hukumanku
tak bisa lari
tak bisa sembunyi
tubuh yang berantai
terpaku sepi

jeritku
pekikku
melantun ke dinding
hilang di udara
tak membawa erti

ratapku
raungku
menjadi gema kosong
mati di langit
tak memberi makna

.
.
.
.

pasrah
.
.
.
.

aku lihat ia berlaku
waktu sedang mencantas nyawaku
mengikis wujudku
menterjemah dalam gamam
tentang kebenaran itu
akulah saki dan baki
tersisa dalam keji
tinggalan cinta basi

(23/08/11 9:48pm)


Mitos Hati

Isnin, 22 Ogos 2011

malam ini tentang realiti
pada aku yang berpasung
terkunci tangan dan kaki
menanti henjaman pisau
jatuh memancung kepala
dan waktu yang berbaki sesaat dua
cukup buat membunuh khayalan
kisah ini, aku dan mati
bukan wira sakti

(22/08/11 11:10pm)


Asing

seperti orang asing
melihat memori melambai
bagai menggamit sayu....
memanggil pilu....
tapi entah pada siapa

diam terpaku
tak lagi mengerti
tak lagi memahami
bahasa rindu
siapa kamu?
siapa aku?

di dalam sejuk
kenangan yang keliru
aku hilang tafsiran
kisah yang compang-camping
apa ini?

seperti orang asing
melihat memori melambai
bagai menggamit sayu....
memanggil pilu....
di dalamnya ada aku
juga kamu
namun sayangnya
aku....
sudah tidak kenal
siapa kamu

(22/08/11 10:48pm)


Stesen Terakhir

perjalanan yang bersambung-sambung
dari titik-titik luka
aku susuri
mengutip cerita
menjadi babak hidup
bernama pengalaman
tentang hentian-hentian sementara
melengkapi sinopsis
menujui....




....tempat sampai abadi....

(22/08/11 10:26pm)


nota : gambar bukan milik penulis

Salam Damai

aku berhenti berteriak
tak lagi marahkan langit
lalu hanya duduk diam
berdamai dengan malam
memeluk gelap
sunyi-sepi

(22/08/11 8:18pm)

Dalam Transit KIta

Jumaat, 12 Ogos 2011


di satu titik
aku menumpang daratan
sama berdiri melihat bintang
cupa menggapai
aku,
kamu
dalam sebuah catatan

pada rintik-rintik hujan
gerimis yang menterjemahkan khayal
menjadi sebuah realiti
dan ghairah rasa
mencantumkan rindu
menjadi sehelai selimut
memeluk aku dari dingin
malam yang penuh dendam

diam aku di sini
melihat bulan
indah dalam kelam
seperti kita
yang membohongkan neraka
menjadi syurga
namun aku dakap teguh
bayu yang bersulam kaca
menikmati detik damai
walau hanya seketika

jangan menangis
sedang mataku basah
jangan bersedih
sedang jiwaku patah
aku yang mengambil kesempatan pada retak saat
mencuri kesakitan dari esok
buat mencalar hari ini
dengan luka yang lebih ringan

aku berdusta
menyarung topeng angkuh
menikam kemahuan
yang tertanam pada dada
dan koyak itu
sebenarnya aku
berlari-lari dalam berahi waktu
mencumbu empuk hamparanmu
pada padang yang hijau
dalam malam yang asyik
berdiri
pada sungkur yang bernama rebah

.
.
.
.
maafkan aku....
dalam bisu
maafkan aku....
dalam kaku
maafkan aku....
....dalam rindu....
 .
.
.
.
di satu garis
aku goreskan not biola
menjadi irama asmara
sama duduk mengutip kelip-kelip
menjadi balang cahaya
penghias malam kita
........

maafkan aku....
meminjam bahasamu
mematri ceritera
dalam transit kita
....dan kalau saja sudut kita bersua
adalah destinasi sebenarnya
bukanlah hentian seketika....
.
.
.
.
maafkan aku....
yang benar merindu
maafkan aku
....dalam sendu....

(12/08/11 11:16pm)

nota : gambar bukan milik penulis

Kias

kata maaf yang berlegar-legar di udara
dalam nada bisu
....
dan di sini aku keluhkan
dalam kesal pudar
hanya sebuah sepi
keras, kaku

(12/08/11 10:32pm)

Jenis Sampah